Halaman

Jumat, 12 Oktober 2012

Catatan Kecil "Masyarakat Adat Cek Bocek Selesek Reen Sury"



Sumbawa Besar, WARTASumbawa.
Sebagai studi kasus dari Masyarakat Adat Cek Bocek Selesek Reen Sury atau lebih dikenal juga sebagai Suku Berco yang berada di Kab. Sumbawa, NTB, Febriyan Anindita, SH. (Ketua Bidang Advokasi Hukum dan HAM Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Daerah (AMANDA) Sumbawa menulis sebuah catatan kecil yang telah disampaikan kepada WARTASumbawa, Jum'at (12/10). Adapun isi catatan kecil yang disampaikan tersebut, yaitu :
 
DESENTRALISASI; PELUANG ATAU MALAPETAKA BAGI MASYARAKAT ADAT

        Catatan kecil ini dilakukan untuk mengkaji dampak pelaksanaan desentralisasi pada kehidupan sosial,budaya dan ekonomi masyarakat paling bawah, yaitu masyarakat adat yang hidupnya masih sangat bergantung pada alam yang dikelola dengan kearifan local secara turun temurun. Dengan harapan dapat memberikan masukan kepada para pemegang kekuasaan di Kabupaten Sumbawa yang pada awal proses demokrasi telah menetapkan tujuan, misi, visi dan kebijakan pemerintahannya dengan sangat ideal agar sejalan dengan amanat konstitusi dan cita –cita masyarakat, tentunya dalam menjalankan roda pemerintahan agar  memperhatikan aspirasi, kebutuhan masyarakat. 
Catatan ini membahas potret masyarakat adat sekitar hutan yang hidupnya bergantung pada keberadaan hutan dalam menghadapi program nasional di bidang Pertambangan yang termaktub dalam Kontrak Karya Pemerintah Indonesia dengan PT.NNT pada tahun 1986. pokok bahasan utama berfokus pada apakah desentralisasi telah mengadopsi aspirasi masyarakat paling bawah (masyarakat adat cek bocek), dan apakah desentralisasi merupakan ancaman bagi eksistensi mereka atau merupakan peluang untuk perbaikan kehidupan mereka.
Apa yang dimaksud dengan Masyarakat Adat?
Yang dimaksud dengan komunitas Masyarakat Adat adalah sekelompok penduduk yang hidup berdasarkan asal usul leluhur dalam suatu wilayah geografis tertentu,  memiliki sistem nilai dan sosial budaya yang khas, berdaulat atas tanah dan kekayaan alamnya serta mengatur dan mengurus keberlanjutan kehidupannya dengan hukum dan kelembagaan adat ( ps.10 ayat 2 ).
( Hasil KMAN III di Pontianak Kalbar )
Desentralisasi adalah salah satu mekanisme untuk mendekatkan pemerintah dengan rakyatnya (Marut, 2000) dan merupakan alat untuk memberikan pelayanan publik yang lebih baik dan menciptakan proses pengambilan keputusan publik yang lebih demokratis (Sidik, 2002), namun pelaksanaannya ternyata menghadapi banyak kesulitan (jauh panggang daripada api).
Do'a bersama di makam leluhur

Kehidupan Komunitas Masyarakat Adat Cek Bocek Selesek Reen Sury (Suku Berco) sudah 6 abad berinteraksi dengan hutan rimba disekitarnya. Ikatan emosional dengan wilayahnya (religious magis) telah membentuk kebiasaan-kebiasaan khas sebagai hasil tempaan dari proses perjalanan kehidupan sosial budaya dan keagamaan. Hal inilah yang terbangun dalam kehidupan sehari-hari melalui proses adaptasi terhadap karakteristik lingkungannya. Dalam perjalanan sejarah masyarakat adat ini, telah banyak bukti-bukti peninggalan yang dijaga kelestariannya hingga sekarang. Eksistensi masyarakat adat cek bocek dalam menjaga warisan leluhurnya telah dirampungkan dalam sebuah maha karya yang dikemas rapi dalam “Buku Tata Ruang Wilayah Adat”, yang berarti telah menjadi kewajiban berbagai pihak yang akan memanfaatkan wilayah mereka untuk menghormati atas segala aturan yang berlaku di tatanan hukum adat cek bocek (Suku Berco) yang dilindungi serta diatur dalam perangkat hukum nasional dan Internasional, termasuk memperhatikan segala aspek baik lingkungan, budaya, dan aosial yang akan ditimbulkan atas pembangunan di wilayah adat.
Otonomi daerah dan desentralisasi di sektor kehutanan maupun pertambangan yang kurang persiapan memadai akan mendorong timbulnya kebijakan daerah yang berorientasi sesaat, kedaerahan dan memandang hutan sebagai sumber potensial bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Semangat mengejar pendapatan dengan mengeksploitasi sumber daya hutan ini seringkali tidak disertai dengan tanggung jawab untuk melakukan perlindungan, konservasi, rehabilitasi dan reklamasi hutan. Dampak negatif tindakan ini banyak muncul, mulai dari hutan yang gundul dan menyebabkan banjir, gagal panen sampai pada kehilangan tempat mencari nafkah bagi penduduk sekitar hutan, serta isu global warming (pemanasan global).
Dikhawatirkan jika aspirasi dari masyarakat adat tidak dapat terakomodir, maka akan terjadi perubahan pada kehidupan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat adat, seperti terjadinya pergeseran pola pikir, perubahan orientasi ekonomi dan melemahnya kelembagaan adat. Sampai detik ini DPRD dan pemda belum memberikan jaminan bahwa aspirasi masyarakat lebih diperhatikan. Hal ini dikarenakan belum adanya produk hukum yang dibuat pemda yang mengatur tentang pengakuan keberadaan hak-hak masyarakat adat cek bocek dalam wilayah adat mereka. DPRD dan pemda terlihat lebih memusatkan perhatian pada politik untuk mengejar PAD. Akibatnya desentralisasi dirasakan tidak memberikan harapan, tetapi menjadi ancaman dan malapetaka bagi kelangsungan kehidupan masyarakat adat Cek Bocek Selesek Reen Sury dengan wilayah adatnya. Kedepan, Pemkab Sumbawa perlu menyiapkan kebijakan menyangkut pemanfaatan sumber daya alam yang lebih berimbang dan transparan dengan banyak menampung aspirasi, peran serta masyarakat dalam pengawasan dan pengelolaan sumber daya alam yang mereka miliki secara turun temurun.
Menarik dicatat bahwa pada tanggal 9 Agustus 2006 bertempat di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta dalam peringatan Hari Internasional Masyarakat Hukum Adat se-dunia yang dipublikasi secara nasional, yang  juga dihadiri oleh Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono. Dikemukakan bahwa dalam proses pembangunan nasional selama ini peranan masyarakat hukum adat masih belum optimal. Bahkan tidak jarang hak-hak tradisionalnya diabaikan, dilanggar dan tidak dihormati lagi. Selain itujuga Presiden telah menyerukan pada segenap jajaran pemerintah di pusat maupun di daerah, untuk bersungguh-sungguh memperhatikan kepentingan hukum adat di daerah-daerah dalam menyusun program pembangunan. Lebih lanjut Presiden SBY mengingatkan dalam Pasal 18 UUD 1945 menyebutkan bahwa negara mengakui dan menghormati keberadaan hak tradisional hukum adat sepanjang masih hidup, serta sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI.(WS)